Entahlah,
sudah berapa kali aku melihat Nadia meremas-remas tangan, menutup mata dan
telinga. Tubuhnya gugup gemetaran setiap pertengkaran itu di mulai. Sungguh
kebiasaan yang membuatku trenyuh.
Nadia
adik perempuanku yang masih duduk di bangku SMP itu mengeluh kepadaku. Melempar
pertanyaan yang aku pun tak tahu jawabannya. Hanya orang tua kami yang tahu—yang
kami tahu mereka selalu bertengkar akhir-akhir ini.
Di
dalam kamarku kami menguping atau lebih tepatnya tak sengaja mendengar—karena kami
mulai terbiasa dengan pertengkaran orang tua.
Aku
bersama Nadia. Sementara ayah dan ibu berada tak jauh dari kami. Tetapi kami
tak melihat keduanya. Kami hanya mendengar suara-suara mereka saling berteriak.
Lalu suara itu menghilang. Tak terdengar lagi.