“Kamu
pernah kangen?” tanyaku setengah berbisik.
“Tentu
dong, Mas,” dia menyahut datar. “Emang kenapa?”
“Baguslah,
kalau gitu kamu bisa ngrasain apa yang sedang kualami.”
“Kamu
kangen, Mas?”
Alisku
terangkat. Matanya berhasil menangkap mimik mukaku yang seolah berkata, “Masih
perlu kujelaskan ya?”
Aku
cuma ... kangen. Bolehkah?
Dia
datang sekitar tiga minggu lalu. Berkacamata, berhijab hijau toska berpadu
dengan celana dan sepatunya. Kemeja hitamnya masih bisa kuingat. Dan jelas
senyumnya menawanku dalam renjana hingga kini.