Jelangkung



“Kamu yakin nglakuin ini?”
Ranti mengangguk mantap.
Bau kemenyan memenuhi kamar menyengat hampir membuatku pingsan.
“Kamu yakin, Ran?” ulangku.
Ranti menatapku jengkel demi pertanyaan yang kesekian kalinya.
“Cuma dengan cara ini aku bisa mengungkap semua, Joy,”
Aku bergeming sementara Ranti masih sibuk mempersiapkan peralatan-peralatannya.
“Ka ... kamu mau pake boneka pemberianku juga!” Aku terkejut.
“Terima kasih bonekanya, Joy. Setidaknya ini berguna gak cuma jadi teman tidur,” ucap Ranti menaruh boneka teddy bear di antara kami.
“Siap?” tanya Ranti.
Aku menggeleng.
Lampu kamar dimatikan. Sejurus kami bermandikan cahaya lilin.
Ranti gak banyak bicara lagi. Matanya terpejam merapal mantra sedangkan aku memegangi boneka teddy bear sesuai instruksi Ranti.
“Jelangkung ... jelangkung datang gak dijemput pulang gak diantar....”

Sial!
Ranti benar-benar pengin bermain jelangkung. Antara percaya gak percaya aku mulai merasakan keanehan—cahaya lilin meredup, tirai jendela tersibak meski gak ada angin sedikitpun dalam kamar. Boneka yang kupegang mulai bergerak dengan sendirinya.
“Sst...!” Ranti memberi kode.
Sesuai instruksi Ranti—aku  bertugas sebagai reporter yang siap dengan daftar pertanyaan.
“Sialan kamu, Ran! Yang punya ide gila ini kamu, kenapa malah aku jadi ikutan nanya-nanya?” Aku meracau dalam hati.
“Si ... siapa ini?” Aku bertanya gugup.
“M A M A,” Boneka teddy bear itu menulis di papan yang dipegangi Ranti.
“Mama!!” teriak Ranti terkejut, “Joy, lanjutin pertanyaannya!”
“Ma, di mana sebenarnya mayat Mama sekarang?”
Boneka itu menulis perlahan, “Pohon Mangga.”
“Astaga! Di bawah pohon mangga belakang rumah!” Ranti terbelalak, “Joy!” Ranti memberi kode nglanjutin pertanyaan.
“Kapan Mama mati?”
“Sore, seminggu lalu.” Boneka itu menulis lagi.
“Joy!”
“Iya....iya, bawel!” protesku, “berapa orang pelakunya, Ma?”
“S A T U.”
“Siapa?” cecarku.
“P A P A.”
Ranti diam. Kode buat nglanjutin pertanyaan terputus. Tubuhnya tiba-tiba kaku mendengar jawaban “arwah mama” barusan. Ranti tertunduk—kode buatku nglanjutin pertanyaan inisiatifku sendiri.
“Sekarang di mana Papa berada, Ma?”
Boneka itu diam gak ngrespon.
“Ma, sekarang Papa di mana?” ulangku agak ngerasin suara.
“Di sini.”
Aku terkejut hampir terperanjat dari posisi dudukku.
“Di... di mana?” Aku gugup setengah mati. Bagaimana mungkin si pembunuh Mama ada di sini sekarang.
Boneka teddy bear menulis lagi, “D E P A N M U.”
Glek!
Sial!
Bulu romaku sekejap bagai paku. Di depanku cuma ada Ranti—yang masih tertunduk dengan wajah tertutup rambut hitamnya.
“R... Ran.... “ gugup kupanggil nama pacarku.
Aku gak bisa ngliat muka Ranti— yang tertutup rambut hitam panjang. Cuma seringai bibirnya yang pucat pasi— jelas senyum itu bukan milik Ranti.
Astaga! Aku ingat kecelakaan tiga hari lalu. Papa Ranti korban tunggalnya.

409 kata.
Ditulis untuk MFF : Prompt #53

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

9 komentar:

  1. Nahh lho..rame yang datang. :D

    Aku dua kali baca FF ini. Ada tiga hal yang waktu itu bikin aku bingung. Pertama Joy itu laki atau perempuan? But sepertinya laki-laki karna dia pacar Ranti kan..

    Yang kedua, ini Mama Ranti atau Mamanya Joy? Bagaimana kalau Joy memanggilnya dengan sebutan Tante dan Om..:D

    Dan yang ketiga, yang membuat aku baca ulang adalah kalimat terakhir di FF ini.

    Sekarang aku sudah paham kok maksud FF-nya. Begitulah menurutku Diyar, hehehe..:)

    BalasHapus
  2. Hehe, begitulah jelangkung kadang tak tahu sebenarnya arwah siapa yg masuk, :D
    Kalo menurutku penjelasan siapa Mama siapa ada di ending itu dengan si Joy yang ingat bahwa Papa yang dimaksud adalah Papa Ranti..
    Makasih udah mampir, Kak :)

    BalasHapus
  3. Wah, idenya bagus, Kak Diyar. Saya baca FF ini dua kali. Iya, awalnya bingung sama nama. Terus bingung sama statement akhir, Papa siapa ini? Tapi akhirnya ngerti kok :)
    Cara berceritanya sukses bikin saya berhasil ngebayangin sosok Ranti yang tertutup rambut dan seringai di bibirnya. Mengerikan!

    BalasHapus
  4. Idenya menarik, Diyar. Umumnya di benak kita sosok jelangkung itu memakai batok, tonggak kayu atau tempat arang. Dan penggunaan teddy bear sebagai medium menunjukkan pembedaan.
    Tapi...
    1. Setuju sama poinnya Rizki, perlu ada pembedaan sebutan.
    2. Penggunaan kalimat-kalimat percakapan dalam narasi (mis : aku gak bisa ngeliat muka Ranti, dsb) buatku sangat mengganggu. Jika digunakan dalam percakapan bisa membuat dialog terasa lincah dan mengalir, dalam narasi justru sebaliknya.
    3. Yang paling fatal adalah tidak ada es krim dalam cerita ini. Bukankah itu salah satu poin yang diminta? ;)

    Poin plus dariku adalah unsur kejutan di akhir cerita. Good job!

    Salam :)

    BalasHapus
  5. Oke, Bang. Makasih kripiknya :)

    BalasHapus
  6. Aaaaak sereeem! Seru! Hahahahaha.

    Tapi ada yang mau aku tanyain. Jadi Joy sama Ranti ini pacaran? Bukan kakak-adik? Dari awal ngira mereka kakak-adik, tambah lagi manggilnya "Mama" juga. Lalu tiba-tiba di statement terakhir ada "Papa Ranti". Nah loh, baca ulang lagi deh. :D

    BalasHapus
  7. Kagak nyambung ama prompter ini :P

    BalasHapus