Malam Pertama
“Maukah
kamu jadi pacarku?”
Dia
menjawab dengan anggukan mantap diiringi senyum yang selalu membuatku merasa
tenang. Namanya Gadis saat itu kutemukan dia berusia 22 tahun. Kukenal dia di
pinggir kota Pahlawan setahun yang lalu tanggal 7 Desember. Kami kuliah di
salah satu universitas ternama di Surabaya. Aku jatuh cinta pada pandangan
pertama saat konser menggema di Sabtu malam itu. Yang paling kusuka adalah
senyumnya yang selalu membuatku tenang. Malam itu band lokal sedang berlalu
dengan sebuah lagu berjudul “Sempurna” seperti mereka tahu ada sosok sempurna
yang kutemukan malam itu. Ya, lalu kami berkenalan atas bantuan seorang temannya
yang kebetulan temanku juga. Benar-benar cara berkenalan yang klasik. Gadis,
aku berharap kita bisa bersama.
Hari
Sabtu datang lagi setelah setahun kita bertemu tanggal 7 Desember kala itu.
Bersama setangkai mawar merah cintaku sebagai tanda aku ingin memacarinya. Dia
menjawab dengan anggukan mantap dan senyum yang menenangkan itu. Seperti
pertanyaanmu malam itu.
“Apa
yang membuatmu suka ma aku?”
“Senyummu”
“Lalu
apalagi?”
“Senyummu”
Gadis
semakin mantap berpacaran denganku entah hanya karena rayuanku atas alasan yang
memuji senyumnya atau entah. Aku dan Gadis sudah dekat kurang lebih satu tahun
semenjak konser malam itu.
“Halo
sayang, lagi apa di sana?”
“Lagi
baca buku aja nih sayang”
“Eh
kamu udah makan?”
“Belum
sayang, kita makan seafood yuk”
“Hmm,
boleh sayang”
“Aku
pengen nonton film baru di bioskop kamu mau gak nemenin aku?”
“Apa
sih yang enggak buat kamu sayang”
“Makasih
ya sayang aku tunggu di rumah ya”
“Iya
sayang sebentar lagi kujemput”
Telepon
kututup dengan rasa yang berbunga-bunga. Setiap hari-hariku menjadi serasa
indah benar-benar menyenangkan berbagi kasih dengan Gadis. Begitulah sekelumit
kisah bahagia sewaktu pacaran dengannya. Hingga kemelut itu datang satu per
satu bak lalat-lalat merubung menggerogoti kue tart yang dibiarkan saja di meja
makan. Dari masalah A sampai Z menghampiri hubungan kami. Mulai masalah sepele
hingga masalah selangit pernah kami hadapi. Begitulah masa pacaran selalu
mendidik, mewarnai dan memberikan kenangan tak terlupakan.
“Maukah
engkau menjadi pilihanku yang terakhir?”
Dia
hanya menjawab dengan anggukan mantap dan senyum yang biasanya selalu
menenangkan hatiku ketika kulamar dia agar menikah denganku. Betapa bahagianya
menjalani bahtera rumah tangga dengan orang yang kita kasihi. Bersama
menghadapi hidup ini, memiliki anak hingga cucu saat kita tua nanti. Waow! Aku
benar-benar seperti bermimpi akan menikah dengan Gadis. Wanita cantik yang
terbuka hatinya untuk siapapun. Wanita yang pintar bergaul dengan orang lain,
cerdas, percaya diri, lucu, semuanya, semuanya yang ada pada dirinya aku suka. Seminggu
lagi tanggal 7 Desember tepat 5 tahun sudah aku dan Gadis berpacaran. Tepat aku
mantapkan hati untuk menikahinya tanggal itu. Aku bahagia akan selalu bersamamu
Gadis.
“Maukah
kamu tahu sesuatu hal yang selama ini ingin kukatakan kepadamu sayang?”
Seminggu
setelah kami menikah, Gadis yang biasanya periang itu berkurang senyumannya.
Entah mengapa dan kemana senyumnya yang menenangkan itu dia sembunyikan. Lalu
dia bertanya kepadaku suatu hal yang mengganjal hatinya. Entah pertanyaan yang
membuat perasaanku tiba-tiba merasa tak tenang di saat aku dan dia berbulan
madu.
“Maafkan
aku Randy”
“Kenapa
tiba-tiba minta maaf sayang?”
“Aku
udah gak jujur sama kamu selama ini”
“Maksudmu?”
Tiba-tiba
Gadis menjelaskan sesuatu yang membuatku mati rasa di saat kita akan memadu
kasih sebagai pasangan suami istri. Dengan gugup Gadis berkata kepadaku.
“Sebenarnya
ini adalah malam pertamaku yang kedua setelah aku melakukannya dengan Samm”
Kata istriku menyebut nama mantannya diiringi senyum yang menenangkan itu.
***
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 komentar:
Posting Komentar