Pagi ini kutemukan
jejak berlumpur mengotori lantai rumahku. Kulihat jejak itu dengan seksama.
Bukan seperti jejak kaki manusia. Jelas bukan karena jejak itu memiliki panjang
kira-kira 30 cm dengan tiga jari kaki. Aku mengendap mencari tahu dari mana jejak
kaki berlumpur itu berasal. Langkahku terhenti di depan pintu kamar kakak.
Kutemukan jejak itu lagi setelah kubuka pintu kamarnya. Tubuhku membungkuk
masih mencoba mencermati jejak itu. Sebuah cermin besar yang ada di lemari
kakak menjadi pusat perhatianku sekarang. Jejak itu datang dari cermin itu.
Dengan jantung berdebar kubuka lemari perlahan. Kosong! Tak kutemukan sesuatu
yang aneh di dalam lemari. Pandanganku teralih pada seisi kamar yang
berantakan.
“Oscar?!” kupanggil
nama kakak lelaki satu-satunya.
“Oscar, di mana kau?
Oscar!” seruku memanggil kakakku berulang-ulang.
Perhatianku tertuju
kembali pada jejak kaki aneh dan berlumpur itu. Aku mengendap lagi. Langkahku
terhenti, kali ini di depan cermin besar di ruang belakang. Jejak itu
menghilang tepat di depan cermin besar yang kini membuatku penasaran.
***