Ambil Sepuasmu


“Ah, akhirnya rambutku yang panjang terpotong juga.”
Wajah tampanku ternyata bukan omong kosong. Mereka benar menilai mukaku yang putih maskulin. Dengan tak percaya kuraba pipiku, hidung, mata dan yang lainnya. Setelah sekian lama mereka menghinaku, kini mulut mereka akan kubungkam dengan perubahanku.
Sebenarnya siapa aku ini? Terlahir dengan kodrat apa? Mengapa mereka tak puas mencelaku dengan sebutan yang asal-asalan. Tidakkah mereka mengerti? Atau beri aku kesempatan untuk mengerti siapa aku ini sebenarnya.
Perlahan sang waktu memberikan aku petunjuk siapa aku sebenarnya. Rumah mewah ini bukanlah rumahku. Foto pria dan wanita paruh baya itu bukan orang tuaku. Makanan, pakaian, uang, harta semuanya ini tipuan.

Aku tak tahu harus percaya kepada siapa lagi. Dulu orang tua angkat itu selalu kuharapkan kasih sayangnya. Namun kenyataannya mereka malah memperalatku. Dengan iming-iming setinggi langit dan sedikit paksaan membuat kepalaku terasa ringan untuk mengangguk mengiyakan kemauan mereka. Lalu teman-temanku mulai menjauh satu per satu setelah tahu siapa aku. Namun yang paling menakutkan adalah jati diriku tersamar seiring bertumbuhnya usia. Aku mulai merasakan sensasi aneh yang kuat mendorong untuk melakukan  hal gila. Sensasi merasakan menjadi seorang laki-laki.
***
Kutemukan dia yang kini selalu ada untukku. Seorang perempuan teman sekelasku yang kucintai. Niar. Perempuan yang tak peduli dengan latar belakangku. Tak peduli dengan siapa aku sebenarnya. Kami saling suka. Penyimpangan dan kelainan ini kami benarkan. Tuhan, sebenarnya apa mau-Mu? Mengapa semua ketidakjelasan ini terjadi padaku?
***
Ambil semua yang kalian mau dari dalam diriku! Lemparkan semau kalian ke mana pun kalian mau. Puas?! Setelah ini aku tak akan mempercayai kalian selamanya. Letih, aku mencoba berjalan dalam setiap langkah agar kebohongan ini segera menjauh dari hidupku. Semua orang adalah pembohong, penghina. Semua kecuali kekasihku, Niar.
“Makasih ya, Sayang, kamu udah mau nemenin aku,” ucapku senang saat mengajak Niar berkunjung ke rumahku di pinggir kota.
“Apa sih yang gak buat kamu, Dista Sayang?” balas Niar dengan kerlingan manja.
“Kamu memang satu-satunya orang yang paling mengerti aku.”
Niar tersenyum semakin manja dipelukanku.
“Oh, iya sebentar lagi tamunya datang, kamu sudah siap ‘kan, Sayang?” Aku mengingatkan.
Niar menjawab dengan senyum manjanya lagi. Satu per satu tamu berdatangan ke rumahku. Mereka pasti senang ada anggota baru yang siap melayani nafsu  bejat lelaki hidung belang. Ah, bukan mereka saja yang senang. Orang tua angkatku juga.
***

--- Terinspirasi dari lagu “From The Inside -  Linkin Park” ---

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar