Seutas Tali


Dia pria yang paling kubenci sekaligus kutakuti selama ini. Aku tahu kepribadiannya aneh tak seperti orang normal. Sepintas fisiknya biasa saja. Tinggi besar lumayan tampan saat kulihat dia di pesta dansa. Beberapa kali kutangkap matanya awas menatapku.
Aku tahu dia orang yang aneh setelah kubaca pikirannya yang kotor. Tatapannya saja sudah terlihat bukan tatapan yang “baik”. Dengan basa-basi busuk dia merayuku, membelai rambutku. Tangannya selalu aktif mengelus-elus jemari lembut yang kumiliki. Aku membiarkannya. Hanya membatin menatap dirinya yang lain. Sisi baik dari si pria gila itu.
***
Aku tahu dia menderita dengan keadaannya. Tapi aku tak akan membiarkannya pesakitan seperti itu. Akan kubebaskan penderitaannya yang aneh itu.
Malam itu dia mengajakku ke rumahnya yang jauh dari pemukiman padat penduduk. Apakah aku tak merasa aneh dengan rumahnya yang terpencil? Aneh? Buat apa aku merasa seperti itu. Sejak awal pria ini sudah cukup menunjukkan keanehannya. Yang perlu kupikirkan hanyalah bagaimana caranya kabur dari tempat terpencil ini. Apa pun yang akan dilakukannya di rumah itu pasti tidak akan menyenangkan.
***
Aku tersadar dalam kondisi terikat di bangku. Sialan! Pria itu membiusku dengan trik sapu tangan yang sudah disiapkan. Kulihat sekelilingku saat mata ini perlahan mulai terbuka lebar. Aku ada di sebuah kamar. Dinding kamar ini penuh dengan gambar dan foto-foto wanita. Sepertinya foto-foto itu adalah target pria gila yang sekarang berdiri di depanku. Sialan! Dia mulai menggerayangi tubuhku. Mulut dan lidahnya asyik bergerilya di antara gundukan dadaku. Aku mengaduh dia tersenyum senang. Aku mengerang dia tertawa puas. Aku teriak dia semakin girang.
“Ah, aku lupa mengasah pisau ini. Tunggu sebentar ya,” ucapnya sok perhatian.
Gila. Pria ini benar-benar sudah tak punya akal sehat. Tapi dia juga lengah dan ceroboh. Pikirnya hanya dia yang punya pisau? Kuambil sebilah pisau lipat yang terselip di saku belakang celanaku. Ini kesempatanku untuk menjalankan rencana. Pria itu masih asyik mengasah pisau di dapur. Tali yang mengikat pergelangan tanganku hanyalah seutas tali tambang kecil. Tak butuh waktu lama memutuskannya.
“Braak!”
Suara pintu kamar tempat di mana aku disekap mengagetkan pria itu. Aku segera berlari keluar rumah melalui pintu depan. Benar-benar ceroboh, dia bahkan lupa mengunci pintu. Rencana yang sia-sia. Dengan sengaja kutinggalkan salah satu sepatuku di teras rumahnya. Lalu kutinggalkan lagi sepatu yang tersisa beberapa meter dari halaman rumahnya.
***
Aku akan menyelamatkannya dari sisi gelap. Dia mungkin pendosa kelas berat, namun aku suka dengan sisi polosnya. Aku ingin mendamaikan segala kekerasan dalam hatinya. Membuatnya mengakui kedok yang menutup wajahnya. Mengusir setan dari masa lalunya. Memuaskan hasrat terpendamnya yang terakhir. Aku sudah membaca semua isi pikiran pria gila itu.
Bodohnya dia termakan jebakanku. Dia ikuti jejak sepatu dan beberapa helai pakaian yang sengaja kulepas di tengah jalan. Dia menemukanku bersembunyi di balik batu besar. Di situlah kupuaskan hasrat terpendamnya.
“Semoga kau menikmatinya,” bisikku dekat ke telinganya yang tersisa satu.
Dia mengaduh aku tertawa. Dia berteriak aku semakin gila dan bersemangat mengikat lehernya lebih erat dengan seutas tali tambang yang dia gunakan untuk mengikatku.
***
---Terinspirasi dari lagu “Undisclosed Desires – Muse”---

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar