Gerbang Kosmik
Pagi ini kutemukan
jejak berlumpur mengotori lantai rumahku. Kulihat jejak itu dengan seksama.
Bukan seperti jejak kaki manusia. Jelas bukan karena jejak itu memiliki panjang
kira-kira 30 cm dengan tiga jari kaki. Aku mengendap mencari tahu dari mana jejak
kaki berlumpur itu berasal. Langkahku terhenti di depan pintu kamar kakak.
Kutemukan jejak itu lagi setelah kubuka pintu kamarnya. Tubuhku membungkuk
masih mencoba mencermati jejak itu. Sebuah cermin besar yang ada di lemari
kakak menjadi pusat perhatianku sekarang. Jejak itu datang dari cermin itu.
Dengan jantung berdebar kubuka lemari perlahan. Kosong! Tak kutemukan sesuatu
yang aneh di dalam lemari. Pandanganku teralih pada seisi kamar yang
berantakan.
“Oscar?!” kupanggil
nama kakak lelaki satu-satunya.
“Oscar, di mana kau?
Oscar!” seruku memanggil kakakku berulang-ulang.
Perhatianku tertuju
kembali pada jejak kaki aneh dan berlumpur itu. Aku mengendap lagi. Langkahku
terhenti, kali ini di depan cermin besar di ruang belakang. Jejak itu
menghilang tepat di depan cermin besar yang kini membuatku penasaran.
***
Angin menampar pipiku
keras menggoyahkan tubuhku. Beruntung tanganku masih bisa menggenggam erat
benda logam panjang yang menjadi pembatas jalan sempit ini. Sebuah jalan dengan
lantai kawat berkarat dan hanya selebar satu meter berada di tempat yang
tinggi. Entah berapa tingginya karena di bawah sana hanya gelap yang kulihat.
Kakiku gemetar hebat tak bisa melangkah dengan cepat.
“Di
mana aku? Ini bukan tempatku,” batinku
bergejolak.
“Bruuuk….” sebuah suara
seperti benda jatuh mengagetkanku.
Lantai kawat yang
kuinjak bergetar. Dengan ragu kuberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Apa
yang kulihat ini benar-benar mengejutkan. Seekor kucing berbulu putih lebat dan
mata bulat menyala.
“Astaga kau
mengagetkanku kucing lucu,” ucapku sembari mendekat pada kucing yang mengeong
manja itu.
Tanganku tak sabar
untuk segera menyentuh bulu putihnya. Kurasakan bulu lembutnya. Eh, ini bukan
bulu. Ini sayap! Seketika dua sayap mengepak lebar membuatku melompat menjauh.
Mata kucing itu berubah merah menyala dan memamerkan taring runcingnya.
Sial! Apa yang
sebenarnya terjadi? Semua berawal dari cermin besar itu. Tubuhku serasa
tersedot ke dalam cermin lalu kejadian-kejadian aneh ini mulai datang. Sekarang
aku melihat kucing dengan mata merah menyala dan bisa terbang. Sialnya dia
mengejarku di tempat seperti ini. Tempat yang asing. Kini aku berlari tak
peduli dengan jalan sempit dan ketinggian ini. Semakin aku jauh berlari semakin
kutemui hal-hal aneh yang lain. Dua matahari beradu membakar sejauh mata
memandang. Astaga! Kucing itu kini tidak hanya satu. Dua lagi berukuran lebih
besar mengejarku.
“Lemparkan
kalungmu, Jeb!”
Aku mendengar sebuah
bisikan untuk melemparkan kalung pemberian kakakku. Tanpa pikir panjang kulempar
kalung yang melingkar di leherku. Seketika sebuah gerbang kosmik menjelma dari
kalung itu.
“Masuk
ke gerbang, Jeb.”
***
“Tolong aku, Jeb!!”
Aku hampir tak percaya
melihat pemandangan ini. Kakakku berteriak meronta. Tubuhnya dicengkeram oleh sesosok
makhluk raksasa bermata satu dengan tubuh penuh lumpur. Jejak kaki aneh itu
kutemukan lagi. Banyak sekali dan salah satunya mengarah ke raksasa bermata
satu itu. Kabar baiknya kutemukan kakak satu-satunya yang kumiliki. Kabar
buruknya….
Sial! Gerbang kosmik
tadi memindahkanku ke dalam istana para raksasa lumpur bermata satu.
Jumlah kata : 488.
Ditulis untuk MFF
Prompt #44 : Footpath
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
Jadi dia berada di alam lain, kakaknya selama ini hilang dan dia akhirnya hilang juga ya?hihi...
BalasHapusIya mbak put :D
Hapushmmm.... lompat lompat begini ya ceritanya hehe...
BalasHapusAduh, ini komentar memuji atau mengkritik? Selalu deg-degan kalo Mama Latree yang komen =.="
Hapushabis masuk ke cermin, terus si Jeb ini terdampar di mana sih? kok ada kucing terbang?
BalasHapusHaduh baru sempet bales, Bang. Terdampar di dunia fantasi, Kakak hehe... etapi emang gak kujelasin di mana persisnya cuma seting di tempat ketinggian aja. Jadi baiknya gimana ya, Bang?
Hapuskalau saranku siiih, langsung aja masuk ke 'dunia' di mana kakaknya Jeb disekap, dan beri konflik di sana. bisa aja karakter kucing 'siluman' itu muncul di istana raksasa bermata satu. Jadi ceritanya nggak kebanyakan 'lokasi'. :)
HapusHaha, mungkin fantasiku lagi kacau jadi teleportasinya ke mana-mana. Ohkelah kalo begitu, Sip matur suwun, Bang :)
Hapuscaramu gawe kalimat luwih kece ning blog di. opo mergo aku oleh cetakan naskah sik salah? :p
BalasHapusblog eyke : wisanggeniofme.blogspot.com ojo kakean nek meh moco ndak dadi bencong hahaha