Alasan
“Kenapa kamu cuma diam aja Niar? Jawab
pertanyaanku! Beri aku alasan.”
Dua orang anak putih abu-abu terlihat
bertengkar di sudut sekolahnya. Dengan sabar cewek bernama Niar itu menjawab
sepatah-sepatah pertanyaan pacarnya. Suaranya melemah saat hujan ikut serta
meramaikan suasana kelabu itu.
“Udah deh jangan bahas itu lagi. Aku
capek,” rengek Niar.
“Capek katamu? Niar, aku ini cowokmu.
Jawab pertanyaanku, beri aku alasan supaya aku gak mutusin kamu,” ancam Billy
tegas sembari berkacak pinggang.
Niar menggeleng pelan, “Aku gak bisa
jelasin. Percuma, kamu gak akan percaya ma aku.”
“Kalau itu maumu, oke kita putus!” Billy
meninggalkan Niar yang masih tak percaya dengan ucapan pacarnya. Pertengkaran
ditutup dengan hujan yang semakin deras.
***
Setahun berlalu, Billy menemukan sebuah
foto terselip di antara lembaran kertas buku kuliahnya. Foto yang mengingatkan
pertengkaran sehari menjelang kelulusannya.
“Niar, apa kabarmu di sana? Semoga kamu
baik-baik saja,” gumamnya sembari memandang foto cewek berstatus mantan pacar
itu.
“Aku masih gak percaya dengan kejadian
itu, meskipun kamu udah jelasin berkali-kali. Aku masih tetap gak percaya,”
Billy mencoba tegar dengan menopang kepalanya.
Billy sudah menunggu cukup lama untuk
sebuah alasan. Namun dia tetap tak kunjung mendapatkannya. Setiap orang
memiliki rahasianya sendiri-sendiri. Itu sebabnya Billy terkejut dengan
pernyataan Niar. Rahasia cewek itu terungkap oleh Billy. Tetap satu yang Billy
minta kepada Niar. Alasan.
Ingatan Billy tak akan pernah hilang
tentang kejadian itu. sekuat apa pun dia berusaha menghapus, hasilnya nihil.
Billy sudah terlanjur cinta dengan Niar. Mereka berpacaran tiga tahun semenjak
pertama kali masuk sekolah. Sampai sekarang pun Billy selalu merasa bimbang
dengan hatinya antara memaafkan dan membenci.
Satu lagi yang Billy sangat ingat. Penjelasan
Niar yang ternyata menyingkap siapa dia sebenarnya. Ingatan Billy kembali pada
kejadian setahun lalu ketika Niar mulai menyulut permasalahan.
***
Sepasang anak putih abu-abu berpacaran
mesra malam itu. Di kursi ruang tamu, mereka bercanda tertawa mesra. Billy
menyerahkan bahunya sebagai sandaran pacarnya, Niar. Tangan cowok SMA itu
membelai rambut panjang yang bergelombang.
Seorang cewek berambut pendek sebahu datang
mengusik kemesraan mereka –Billy dan Niar—. Sosok cewek yang agak maskulin itu
mendekat, menyapa Niar dengan senyum. Dia juga menyapa Billy yang kaget dengan
kedatangan cewek tomboi itu.
“Lho, Dista? Kok gak bilang-bilang sih
mau ke rumahku?” Niar tersenyum bahagia menyambut teman satu kelasnya.
“Surprise
‘kan? Kayaknya aku datang di waktu yang salah nih,” jawab Dista sambil melirik
ke arah Billy menunjukkan mimik bersalah telah mengusik sepasang kekasih itu.
“Ah, gak ganggu kok, tapi ganggu banget,”
ucap Niar sok marah, “sana masuk kamar gih!”
“Oke, aku tunggu di kamar kamu aja ya.
Aku cuma mau minta foto kemarin saat jalan-jalan di Bandung,” kata Dista.
“Udah ada di laptop tuh, kamu copy aja, Sayang,” Niar mengerling
manja.
“Oke, Sayang,” balas Dista tak kalah
manja.
Billy hanya terdiam mendengar percakapan
mereka. Ya, percakapan antar cewek dengan panggilan “Sayang” itu sudah biasa
bukan?
Sepuluh menit berlalu, Dista belum juga
keluar dari kamar Niar. Si pemilik kamar memutuskan untuk mengecek temannya.
“Sayang, aku ke kamar bentar ya. Oh ya
kamu mau sekalian aku buatkan minum? Nanti aku ambilkan di lemari pendingin,”
kata Niar manja.
“Teh dingin aja ya, Sayang,” sahut Billy
sembari tersenyum.
Sepuluh menit berlalu lagi. Niar tak
kunjung kembali. Billy yang penasaran akhirnya menyusul Niar menuju kamarnya.
***
Setiap orang memiliki rahasianya sendiri-sendiri.
Tak terkecuali Niar yang manis dan imut itu. Sekali lagi Billy hanya ingin
alasan yang kuat. Billy masih tak percaya dengan kejadian satu tahun lalu. Niar
selalu menjelaskan dengan alasan yang sama dan masih tak mampu membuat Billy
membuka hatinya untuk percaya.
“Billy, aku mau jelasin ke kamu semuanya
asal kamu menjaga rahasia dengan baik.”
Billy hanya terdiam bersiap mendengar
alasan Niar.
“Dista suka denganku, aku juga suka
dengan dia,” ucap Niar mantap.
Billy masih terdiam. Itu adalah alasan
yang entah ke berapa dan masih sama saja bunyinya. Jika hanya alasan seperti
itu, tak perlu dijelaskan berulang kali. Melihat Niar dan Dista merekatkan
bibir mereka dengan mesra di kamar itu sudah cukup menjelaskan. Billy tak butuh
alasan seperti itu. Yang dia butuhkan adalah alasan yang bisa membuatnya
percaya.
***
---
Terinspirasi dari lagu“Reason to Believe – Sum 41” ---
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
0 komentar:
Posting Komentar