Lelaki Misterius


Lelaki itu duduk di depanku memandang seraut wajah perempuan tua ini. Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lakukan. Sepasang suami-istri terbujur kaku tepat di hadapanku. Wajah mereka tak setampan dan secantik seperti sepuluh menit yang lalu saat mereka masih bisa tertawa. Cairan berwarna merah itu terus mengucur dari leher si suami. Mereka tewas bersimbah darah.
“Bukankah mereka pantas mendapatkannya?” lelaki itu bertanya padaku dengan senyum kepuasan.
Aku tidak bisa berkata apa-apa, hanya melempar pandangan kosong kepada dua mayat di depanku. Lelaki itu masih tersenyum memandangku. Sebilah pisau melekat erat di genggamannya dengan bercak darah di kedua sisinya.
Bukan hal yang baru ketika lelaki itu memberi kejutan—membunuh suami-istri—di  depanku. Dia bahkan berkali-kali mengirim kejutan-kejutan lain. Sebuah rumah, uang ratusan juta, selembar saham perusahaan besar pernah dia berikan padaku. Bahkan dunia ini pun akan dia berikan. Lelaki itu seperti memujaku dengan sangat.

Secarik kertas lusuh keluar dari saku jas hitam yang angkuh menempel di tubuh si lelaki misterius itu. Kertas yang kuberikan satu minggu lalu kini agak kusam dengan hiasan bercak merah. Coretan-coretan menggores di setiap daftar nama yang dia tulis. Dua nama baru saja dicoretnya dari daftar. Lalu dengan senyum puas, dia berlalu dari hadapanku. Langkahnya percaya diri dengan dua pengawal berjas hitam. Jas yang sama dengan si lelaki misterius.
***
Tangisan seorang bayi memecah keheningan malam. Tangisan itu mampu mengalahkan suara bising kendaraan yang lewat di dekat bayi itu. Mencuri perhatian seorang lelaki paruh baya. Lelaki kaya raya pemilik bisnis besar. Tentu saja perhatiannya teralih melihat bayi tergeletak di tengah jalan menuju rumahnya yang mewah.
Seorang perempuan muda tersekap di dalam sebuah mobil. Empat orang lainnya ikut “menemani” si perempuan malang itu, berjaga jika dia berontak. Mulut si perempuan terbungkam lakban hitam. Dia tak bisa menggerakkan tangan dan kakinya yang terikat. Perempuan itu menangis tersedu berharap mendapat belas kasihan. Sia-sia saja usahanya tak berbuah apa pun.
***
Lelaki misterius berjas hitam itu datang lagi ke rumahku. Rumah perempuan yang sudah berumur setengah abad. Dia datang dengan secarik kertas lusuh berisi daftar nama yang satu minggu lalu kuberikan.
“Mereka sudah kebereskan. Kamu bisa tenang sekarang,” ucapnya sembari menyerahkan secarik kertas daftar nama itu.
Kuterima secarik kertas dengan bercak darah tersebar merata. Melihat nama-nama yang tertulis di dalamnya. Semua sudah dicoret oleh lelaki itu.
Aku tersenyum puas, “Ya, aku sudah tenang sekarang.”
“Syukurlah, tugasku selesai. Jangan ragu untuk bilang apa pun yang kamu inginkan. Aku akan berikan semua,” lelaki misterius itu tersenyum ramah.
Aku hanya terdiam dan mengangguk sebagai jawaban penawarannya.
Dengan mantap dan bangga kuucapkan terima kasih untuk lelaki itu, “Terima kasih, sampaikan salamku teruntuk Burhan.”
“Ya, akan kusampaikan salammu untuk papa. Jaga dirimu baik-baik, Ma.”
Anakku pergi meninggalkan perempuan tua ini. Perempuan malang yang terpisah oleh bayinya. Terima kasih Burhan, kamu telah merawat bayiku yang mereka buang di tengah jalan itu. Membesarkan dan mendidiknya menjadi seorang mafia.
***
--- Terinspirasi dari lagu “From Yesterday – 30 Seconds to Mars” ---

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar